Business Ethics & GG: Audit & Internal Control Serta Sistem Pengendalian Internal (SPI)

Pendahuluan

 

Perusahaan memainkan peranan penting dalam kehidupan, karena menjalankan fungsi – fungsi produksi dan distribusi barang dan jasa. Perusahaan juga memiliki peranan penting karena terlibat secara langsung dalam proses alokasi sumber daya yang bersifat ekonomis bagi masyarakat. Peranan ini sangat penting mengingat keberadaan sumber daya yang bersifat ekonomis sangat terbatas dan oleh karenannya harus dapat dialokasikan seoptimal mungkin. Perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya akan dipengaruhi oleh suatu rerangka tata kelola (corporate governance framework).

Agar perusahaan memiliki kelangsungan jangka panjang, shareholders dan stakeholders perlu mempertimbangkan tata kelola yang baik (good corporate governance). Pada kondisi perekonomian seperti yang terjadi pada saat ini, pengelolaan perusahaan telah dianggap penting sebagaimana telah diterapkan pada pemerintah suatu negara. Pernyataan diatas telah menegaskan kedudukan penting perusahaan – perusahaan dalam menjalankan peran mereka dalam kehidupan ekonomi dan sosial.

Corporate governance didefinisikan sebagai perangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan corporate governance untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Menurut Messier et al. (2005:514), definisi audit intern adalah:

 

“audit intern adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan kondisi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi dan tujuan organisasi. Audit ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin ilmu untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola.”

Berdasarkan pengertian diatas nampak bahwa pelaksanaan audit intern sangat berperan bagi manajemen yang telah menerapkan pengendalian intern yang merupakan bagian dari suatu perusahaan terutama BUMN.

 

Peranan Audit Intern Dalam Penerapan Good Corporate Governance Yang Efektif

Audit internal merupakan suatu fungsi penilaian yang independen yang dirancang untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan kegiatan organisasi (Hiro Tugiman, 2004). Good Corporate Governance adalah proses dan struktur yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dan jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya.

Pengertian empat langkah kerja pelaksanaan audit intern diatas menurut Tugiman (1997:53-78)

adalah sebagai berikut:

  1. Perencanaan harus didokumentasikan dan mencakup
  2. Menetapkan tujuan dan ruang lingkup pekerjaan,
  3. Mendapatkan informasi mengenai aktivasi yang diperiksa,
  4. Menentukan sumber – sumber yang penting dalam melaksanakan audit,
  5. Mengkomunikasikan dengan pihak – pihak tertentu,
  6. Melakukan survey langsung,
  7. Menulis program audit,
  8. Menentukan kapan, kepada siapa hasil audit dikomunikasikan,
  9. Mendapatkan persetujuan dan perencanaan pekerjaan audit.
  10. Proses
  11. Seluruh informasi yang berhubungan dengan tujuan dan ruang lingkup

dikumpulkan,

  1. Prosedur audit termasuk teknik pengujian dan sample harus dipilih,
  2. Proses pengumpulan analisis dan interprestasi serta dokumentasi harus diawasi

untuk memelihara objektivitas.

III. Audit intern harus melaporkan hasil audit

  1. Laporan ditulis setelah pekerjaan audit selesai,
  2. Audit intern harus mendiskusikan kesimpulan – kesimpulan dan rekomendasi –

rekomendasi dengan pihak manajemen,

  1. Laporan harus objektif dan jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu,
  2. Laporan mencakup rekomendasi untuk pemeliharaan dan pernyataan keberhasilan

pelaksanaan disertai tindakan koreksi,

  1. Laporan menyatakan tujuan, ruang lingkup, dan hasil pemeriksaan.
  2. Pemeriksa intern harus melakukan tindak lanjut untuk memastikan tindakan yang

pantas dilakukan.

 

Pemahaman SPI (Sistem Pengendalian Intern)

Sistem pengendalian intern merupakan suatu perencanaan yang meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan.

Tujuan SPI

Dari definisi di atas dapat kita lihat bahwa tujuan adanya pengendalian intern:

  1. Menjaga kekayaan organisasi.
  2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.
  3. Mendorong efisiensi.
  4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

Jenis SPI

Dilihat dari tujuan tersebut maka sistem pengendalian intern dapat dibagi menjadi dua yaitu:

  1. Pengendalian Intern Akuntansi (Preventive Controls)

Pengendalian Intern Akuntansi dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga kekayaan perusahaan dan memeriksa keakuratan data akuntansi. Contoh : adanya pemisahan fungsi dan tanggung jawab antar unit organisasi.

 

  1. Pengendalian Intern Administratif (Feedback Controls).

Pengendalian Administratif dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakkan manajemen.(dikerjakan setelah adanya pengendalian akuntansi) Contoh : pemeriksaan laporan untuk mencari penyimpangan yang ada, untuk kemudian diambil tindakan.

Peran Penting SPI

  1. Membantu manajemen dalam mengendalikan dan memastikan keberhasilan kegiatan organisasi.
  2. Menciptakan pengawasan melekat, menutupi nkelemahan dan keterbatasan personel, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan.
  3. Membantu auditor dalam menentukan ukuran sampel dan pendekatan audit yang akan diterapkan.
  4. Membantu auditor dalam memastikan efektifitas
  5. audit, dengan keterbatasan waktu dan biaya audit

 Keterbatasan SPI

  1. Kekeliruan pengoperasian sistem (mistake in judgement) karena terbatasnya informasi dan waktu, karena tekanan lingkungan, atau karena terbatasnya kemampuan, meskipun SPI sudah dilengkapi dengan pedoman penyelesaian masalah.
  2. Pelanggaran sistem (breakdowns), baik disengaja atau tidak, misalnya karena kesalahan interpretasi,kecerobohan, gangguan lingkungan, perubahan personalia, atau perubahan sistem dan prosedur.
  3. Kolusi, atau kerjasama negatif sekelompok orang.
  4. Pelanggaran dengan sengaja oleh manajemen (management override)
  5. Dilema biaya-manfaat (costs versus benefits)

 

Penanggungjawab SPI

  1. COSO (committee of sponsoring organizations), suatu organisasi yanganggotannya terdiri dari AAA (the American Accounting Association), AICPA, IIA (the Institute of Internal Auditors), IMA (the Institute of Management Accountants), danFEI (the Financial Executive Institute), menyatakan bahwa setiap personel dalam suatu organisasi memiliki tanggungjawab dan merupakan bagian dari struktur pengendalian interen organisasi.
  2. pihak eksteren, seperti auditor independent serta lembaga otoritas yang lain, dimungkinkan untuk memberikan kontribusi dalam perancangan struktur pengendalian interen, tetapi mereka tidak bertanggungjawab terhadap efektifitas SPI dan bukan bagian dari SPI
  3. Kelompok berperan besar:
  4. Manajemen,
  5. Dewan komisaris dan komite audit,
  6. Auditor interen,
  7. Personel lain dalam organisasi,
  8. Auditor independen,
  9. Fihak luar lain, seperti lembaga-lembaga otoritas yang memiliki kewenangan untuk mengatur jalannya organisasi

 

Lingkungan Pengendalian

Adalah kondisi lingkungan organisasi yang sehat untuk mendukung penerapan SPI, yang komponennya terdiri dari:

  1. Integritas dan nilai-nilai etika yang tertanam dalam budaya organisasi,
  2. Komitmen terhadap kompetensi,
  3. Peran dan pengaruh dewan komisaris serta komite audit,
  4. Filosofi manajemen dan gaya operasi organisasi,
  5. Struktur organisasi yang mampu memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab dengan baik,
  6. Budaya dan aturan yang sehat dalam mekanisme penetapan otoritas dan tanggungjawab,
  7. Kebijakan dan praktik yang sehat di bidang sumber daya manusia.
  8. Pengaruh faktor-faktor eksteren organisasi

 

Prosedur Pemahaman SPI

Pemahaman SPI mencakup:

  1. Memahami lingkungan pengendalian.
  2. Memahami disain kebijakan dan prosedur masing-masing komponen SPI
  3. Mengevaluasi penerapan nkebijakan dan prosedur.

Pemahaman dilakukan dengan cara:

  1.  Review pengalaman dengan klien dalam penugasan audit sebelumnya.
  2. Wawancara dengan manajemen, staff, serta personel pelaksana.
  3. Inspeksi dokumen dan catatan.
  4. Observasi aktivitas dan operasi perusahaan.

 

Elemen SPI

  1. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan Pengendalian dari suatu organisasi menekankan pada berbagai macam faktor yang secara bersamaan mempengaruhi kebijakan dan prosedur pengendalian

  1. Sistem Akuntansi

Sistem akuntansi tidak hanya digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan saja, tetapi juga menghasilkan pengendalian manajemen.

  1. Prosedur Pengendalian

Prosedur pengendalian merupakan kebijakan dan aturan mengenai kelakuan karyawan yang dibuat untuk menjamin bahwa tujuan pengendali-an manajemen dapat tercapai.

Secara umum prosedur pengendalian yang baik terdiri dari:

  1. Penggunaan wewenang secara tepat untuk melakukan suatu kegiatan atau transaksi.

Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Dengan adanya pembagian wewenang ini akan mempermudah jika akan dilakukan audit trail, karena otorisasi membatasi aktivitas transaksi hanya pada orang-orang yang terpilih. Otorisasi mencegah terjadinya penyelewengan transaksi kepada orang lain.

  1. Pembagian tugas.

Pembagian tugas memisahkan fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi akuntansi (pencatatan). Dan suatu fungsi tidak boleh melaksanakan semua tahap suatu transaksi.

Dengan pemisahakn fungsi operasi dan penyimpanan dari fungsi pencatatan, catatan akuntansi yang disiapkan dapat mencerminkan transaksi yang sesungguhnya terjadi pada fungsi operasi dan fungsi penyimpanan. Jika semua fungsi disatukan, akan membuka kemungkinan terjadinya pencatatan transaksi yang sebenarnya tidak terjadi, sehingga informasi akuntansi yang dihasilkan tidak dapat dipercaya kebenarannya, dan sebagai akibatnya kekayaan organisasi tidak terjamin keamanannya.

  1. Pembuatan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai.

Prosedur harus mencakup perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai untuk membantu meyakinkan adanya pencatatan transaksi dan kejadian secara memadai. Selanjutnya dokumen dan catatan yang memadai akan menghasilkan informasi yang teliti dan dapat dipercaya mengenai kekayaan, utang, pendapatan dan biaya suatu organisasi.(biasanya dilakukan berdampingan dengan penggunaan wewenang secara tepat)

  1. Keamanan yang memadai terhadap aset dan catatan.

Keamanan yang memadai meliputi pembatasan akses ke tempat penyimpanan aset dan catatan perusahaan untuk menghindari terjadi-nya pencurian aset dan data/informasi perusahaan.

  1. Pengecekan independen terhadap kinerja.

Semua catatan mengenai aktiva yang ada harus dibandingkan (dicek) secara periodik dengan aktiva yang ada secara fisik. Pengecekkan inni harus dilakukan oleh suatu unit organisasi yang independen (selain unit fungsi penyimpanan, unit fungsi operasi dan unit fungsi pencatatan) untuk menjaga objektivitas pemeriksaan.

  1. Penilaian Resiko (Risk Assesment)

Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat di analisis dan evaluasi sehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya.

  1. Informasi dan komunikasi

Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen Winnebago pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan.

Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.

 

SPI pada Lingkungan Pemrosesan Data Elektronik

Sistem pengendalian intern dalam perusahaan yang menggunakan manual system dalam akuntansinya lebih menitikberatkan pada orang yang melaksanakan sistem tersebut (People Oriented). Jika komputer yang digunakan sebagai alat bantu pengolahan data, akan terjadi pergeseran dari sistem yang berorientasi pada orang ke sistem yang berorientasi pada komputer (Computer Oriented). Pengendalian Intern Akuntansi dalam lingkungan Pemrosesan Data Elektronik dibagi menjadi Pengendalian Umum dan Pengendalian Aplikasi.

Pengendalian Umum

Pengendalian umum merupakan standart dan panduan yang digunakan oleh karyawan untuk melakukan fungsinya. Unsur pengendalian umum ini meliputi:

  1. Organisasi,

Dalam manual system, pengendalian dilaksanakan dengan memisahkan fungsi fungsi pokok (operasi, penyimpanan dan akuntansi). Suatu transaksi akan dilaksanakan oleh fungsi operasi jika ada otorisasi dari yang berwenang, hasil transaksi akan disimpan oleh fungsi penyimpanan, dan transaksi yang terjadi akan dicatat oleh fungsi akuntansi.

Dalam sistem komputer, fungsi pokok tersebut seringkali digabung dalam wujud program komputer, sehingga penggabungan ketiga fungsi tersebut memerlukan metode pengendalian yang khusus.

  1. Prosedur dan standar untuk perubahan program,
  2. Pengembangan sistem dan pengoperasian fasilitas pengolahan data.

 

Informasi yang Didapat Dari SPI

Sistem pengendalian intern klien dalam setiap siklus transaksi harus cukup memberikan kepastian yang layak bahwa:

  1. Transaksi yang tercatat adalah wajar.
  2. Transaksi yang tercatat adalah sah
  3. Transaksi diotorisasi sebagaimana mestinya
  4. Transaksi yang ada sudah di catat
  5. Transaksi dinilai sebagaimana mestinya
  6. Transaksi diklasifikasikan sebagaimana mestinya
  7. Transaksi dicatat pada waktu yang tepat
  8. Transaksi dimasukkan dengan tepat ke dalam catatan pembantu dan diikhtisarkan dengan benar.

 

Arti Penting SPI

Arti pentingnya SPI bagi manajemen dan auditor independen sudah lama diakui dalam profesi akuntansi, dan pengakuan tersebut makin meluas dengan alasan :

  1. Semakin luas lingkup dan ukuran perusahaan mengakibatkan di dalam banyak hal manajemen tidak dapat melakukan pengendalian secara langsung atau secara pribadi terhadap jalannya perusahaan.
  2. Pengecekan dan review yang melekat pada sistem pengendalian intern yang baik dapat akan pula melindungi dari kelemahan manusia dan mengurangi kekeliruan dan penyimpangan yang akan terjadi
  3. Di lain pihak, adalah tidak praktis bagi auditor untuk melakukan pengauditan secara menyeluruh atau secara detail untuk hampir semu transaksi perusahaan dalam waktu dan biaya terbatas.

 

 

 

 

 

 

 

 

ETIKA BISNIS DALAM PERUSAHAAN MCDONALD’S TEMA: Ethical Decision Making : Technology And Privacy In The Workplace

PENDAHULUAN

       Latar Belakang Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi moralitas dalam ekonomi dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting. Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tersebut. Bisnis dengan menjunjung kode etik merupakan suatu unsur mutlak yang perlu dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.

 

  1. PENGERTIAN ETIKA BISNIS

Pergertian Etika

Etika berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat . Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat

Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup yg baik dan segala kebiasaan yg dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yg lain. Etika mempelajari dan menentukan apakah suatu tindakan bernilai baik atau buruk dan tindakan apayang seharusnya dilakukan dengan benar atau tidak benar (salah).

Peranan etika adalah sebagai tolok ukur kesadaran manusia untuk melakukan tindakan yang bertanggung jawab sedangkan manfaat etika yaitu mengajak orang bersikap kritis, rasional dan otonom menuju suasana tertib, damai dan sejahtera.

 

Pengertian etika = moralitas

Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak – Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Pengertian harfiah dari etika dan moralitas, sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagaimana laiknya sebuah kebiasaan.

Etika sebagai Filsafat Moral

Etika sebagai filsafat moral tidak langsung memberi perintah konkret sebagai pegangan siap pakai. Etika  dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai

  1. Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia
  2. Masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral yang umum diterima

Etika sebagai sebuah ilmu yang terutama menitikberatkan refleksi kritis dan rasional,

  1. Mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang, atau
  2. Etika mempersoalkan apakah suatu tindakan yang kelihatan bertentangan dengan nilai dan norma moral tertentu harus dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan karena itu dikutuk atau justru sebaliknya
  3. Apakah dalam situasi konkret yang saya hadapi saya memang harus bertindak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakatku ataukah justru sebaliknya saya dapat dibenarkan untuk bertindak sebaliknya yang bahkan melawan nilai dan norma moral tertentu.

Etika sebagai Ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional. Dengan menggunakan bahasa Nietzcshe, etika sebagai ilmu menghimbau orang untuk memiliki moralitas tuan dan bukan moralitas hamba

Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan.

 

Teori Etika

  1. Etika Teleologi

Berasal dari kata Yunani,  telos = tujuan,  yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.

Dua aliran etika teleologi :

  1. Egoisme Etis

Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.

Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.

 

  1. Utilitarianisme

Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.

Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar. Teori ini cocok sekali dengan pemikiran ekonomis, karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat yang dimaksudkan utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung untung dan rugi atau  kredit dan debet dalam konteks bisnis

Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam :

  1. Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
  2. Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)

Prinsip dasar utilitarianisme (manfaat terbesar  bagi jumlah orang terbesar) diterpakan pada perbuatan. Utilitarianisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan-aturan moral.

 

  1. Deontologi

Istilah deontologi berasal dari kata  Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab: ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban  kita dan karena perbuatan kedua dilarang’ yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.

Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.

Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :

  1. Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban
  2. Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik
  3. Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal

Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sbg perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yg berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat.Perintah Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu mrpk hal yg diinginkan dan dikehendaki oleh orang tsb.

Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan  apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tsb atau tidak.

 

  1. Teori Hak

Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku.

Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama.  Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

 

  1. Teori Keutamaan (Virtue)

Berarti memandang  sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah  laku baik secara moral.

Contoh keutamaan :

  1. Kebijaksanaan
  2. Keadilan
  3. Suka bekerja keras
  4. Hidup yang baik

            Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu

  1. Sistematik

Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.

  1. Korporasi

Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.

  1. Individu
    Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.

 

Pengertian Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa ialah pengetahuan tentang cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal serta implementasi norma dan moralitas untuk menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.

 

  1. PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS

Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):

  1. Situasi Dahulu: Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
  2. Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
  3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
  4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network(EBEN).
  5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics(ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

 

  1. SASARAN DAN RUANG LINGKUP ETIKA BISNIS
  2. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip , kondisi dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik . Etika bisnis berfungsi menggugah kesadaran moral pelaku bisnis agar berperilaku baik dalam menjalankan usahanya demi nilai luhur tertentu (agama, budaya) dan demi kelanjutan bisnisnya.
  3. Menyadarkan masyarakat (stake holder) yang terdiri dari konsumen (end user), karyawan , pemasok/mitra bisnis, investor dan lingkungan (penduduk disekitar lokasi usaha ) akan hak mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis.
  4. Menilai apakah sistem ekonomi disuatu wilayah sesuai dengan etika bisnis apakah masih ada praktek monopoli, oligopoli, money loundringinsider tradingblack market, dll.

 

  1. FAKTOR PENDUKUNG IMPLEMENTASI ETIKA BISNIS
  2. Adanya kepedulian terhadap mutu kehidupan kerja oleh manajer atau peningkatan “Quality of Work Life”.
  3. Adanya “Trust Crisis” dari publik kepada perusahaan.
  4. Mulai diterapkan punishment yang tegas terhadap skandal bisnis oleh pengadilan.
  5. Adanya peningkatan kekuatan control dari LSM.
  6. Tumbuhnya kekuatan publisitas oleh media.
  7. Adanya transformasi organisasi dari “transaction oriented” menjadi “relation oriented”.

 

  1. PRINSIP UMUM ETIKA BISNIS
  2. Otonomi = mandiri.

Sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran dan bertanggung jawab (dalam bidang bisnis).

  1. Kejujuran.

Menghindari praktek bisnis curang.

  1. Keadilan.

Setiap orang diperlakukan sama dan adil sesuai kriteria rasional ,objektip dan bertanggung jawab.

  1. Manfaat bersama (mutual benefit principle).

Dalam persaingan bisnis tidak boleh terjadi upaya saling mematikan.

  1. Integrita moratuntunan internal agar tetap menjaga nama baik industri.

 

  1. ETOS BISNIS

       Etos bisnis merupakan suatu kebiasaan atau budaya moral menyangkut kegiatan bisnis yang dianut oleh satu perusahaan atau group usaha.

Penerapan nilai atau norma bisnis yang lebih baik yang dianut oleh pebisnis untuk meningkatkan image perusahaan dengan mengutamakan pelayanan prima dan produk prima.

 

G PENDEKATAN STAKE HOLDER

Stake holder terdiri dari semua pihak yang berkaitan dengan berdirinya suatu usaha dan kelanjutan usahanya, yaitu: negara (penguasa sumber daya alam), pemerintah (penguasa

sumber daya manusia) dan komunitas (lingkungan hidup)

Negara terdiri dari:

  1. Kepala negara (presiden)
  2. Kepala daerah (sultan/bupati/walikota)

Pemerintah terdiri dari :

  1. Pemerintah pusat (kabinet)
  2. Pemerintah daerah dekonsentrasi (gubernur)
  3. Pemerintah daerah otonom (bupati , walikota)

Komunitas terdiri dari :

  1. Investor (share holder)
  2. Manajemen (pebisnis)
  3. Pekerja
  4. Mitra usaha ( lembaga keuangan, konsultan , pemasok distributor , agen dan pengecer
  5. Pembeli (end user)
  6. Penduduk disekitar lingkungan usaha

Bisnis masa lalu lebih banyak mengutamakan pendekatan share holder yaitu kepentingan utama sipemilik /penyandang dana daripada kepentingan stake holder.

Dalam era globalisasi pebisnis dituntut untuk melakukan bisnis dengan mengutamakan etika bisnis yaitu menjalankan suatu usaha yang saling bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dalam bisnisnya

 

MORAL DAN EKTIKA DALAM DUNIA BISNIS

Moral Dalam Dunia Bisnis

Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin “kabur” (borderless word). Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan, memaksa orang untuk menghalakan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.

Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling “menindas” agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.

Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?

Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-“bisnis”. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?

Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber “moral”, dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.

Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Etika Dalam Dunia Bisnis

Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.

Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.

Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah:

  1. Pengendalian diri.

Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

  1. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).

Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

  1. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.

Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

  1. Menciptakan persaingan yang sehat.

Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.

  1. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.

Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

  1. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).

Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.

  1. Mampu menyatakan yang benar itu benar.

Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

  1. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.

Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.

  1. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.

Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.

  1. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati

Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.

  1. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.

Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.

Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.

Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dapat diatasi.

Alasan perlunya etika dalam bisnis:

  1. Kinerja bisnis tidak hanya diukur dari kinerja manajerial / finansial saja tetapi juga berkaitan dengan komitmen moral, integritas moral, pelayanan, jaminan mutu dan tanggung jawab sosial.
  2. Dengan persaingan yang ketat, pelaku bisnis sadar bahwa konsumen adalah raja sehingga perusahaan harus bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
  3. Perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga kerja yang siap untuk dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan semaksimnal mungkin. Karyawan adalah subyek utama yang menentukan keberlangsungan bisnis sehingga harus dijaga dan dipertahankan.
  4. Perlunya menjalankan bisnis dengan tidak merugikan hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnis.

 

SEJARAH MCDONALD’S

Pada tahun 1917, Ray Kroc melamar pekerjaan sebagai supir ambulansuntuk Palang Merah Dunia. Namun, saat ia masih menjalani proses pelatihan, perang tersebut berakhir. Akhirnya ia memutuskan untuk bekerja sebagai pemain piano, sales paper cup,dan sales multi-mixer .Pada tahun 1954, ia kaget karenaadanya pesanan besar sebesar delapan buah multi-mixer dari sebuah restoran diSan Bernardino, California. Di sana ia menemukan sebuah restoran kecil yangsukses yang dijalankan oleh Dick dan MacMcDonald’s. Pada saat itu merekasedang dibingungkan oleh masalah efektifitas operasional restorannya. Merekamemproduksi menu yang terbatas, terkonsentrasi pada sedikit item saja yakni burger, kentang goreng, dan minuman yang membuat mereka harus fokus padakualitas produk saja setiap waktu.

Kroc mengemukakan sebuah visi untuk mendirikan restoran McDonald’s di seluruh wilayah Amerika Serikat kepada dua bersaudara tersebut. Pada tahun1955, ia mendirikan McDonald’sCorporation dan lima tahun kemudian iamembeli hak eksklusif atas nama McDonald’s. Pada tahun 1958, McDonald’s telah berhasil menjual hamburger ke-100 milyar.

 

MCDONALD’S INDONESIA

Di Indonesia sendiri restoran McDonald’s hadir pada tahun 1991 danmerupakan negara ke-70 dari McDonald’s seluruh dunia. H. Bambang N.Rachmadi adalah warga negara Indonesia pertama yang berhasil mendapatkan hak master franchise dari McDonald’s Corporation dengan mengalahkan 13.000 pesaing. Beliau merupakan Presiden Direktur McDonald’s Indonesia sampai hari ini. Sebelum membuka restorannya yang pertama di daerah Sarinah-Jakarta, beliau diwajibkan mengikuti pelatihan selama setahun di Australia, AmerikaSerikat, Malaysia, dan Singapura. Dalam masa pelatihan tersebut beliaumelakukan semua pekerjaan di restoran McDonald’s dari yang paling sederhana termasuk membersihkan toilet sampai ke tingkat manajerial, kemudia menerapkansemuanya di Indonesia. Tepat pada 22 Februari 1991, restoran McDonald’s di Sarinah Thamrin Jakarta beroperasi dengan mempekerjakan 460 kru dan 26 manajer.

VISI MISI MCDONALD’S

Visi

Menjadi restoran cepat saji dengan pelayanan terbaik di dunia.

Misi

  1. Menjadi perusahaan terbaik bagi semua karyawan kami di setiapkomunitas di seluruh dunia.
  2. Menghadirkan pelayanan dengan sistem operasionla yang unggul bagisetiap konsumen kami di setiap restoran cabang

McDonald’s.

  1. Terus mengalami perkembangan ke arah yang menguntungkan sebagai sebuah brand, serta terus mengembangkan sistem operasional McDonald’s ke arah yang lebih baik lagi lewat inovasi dan teknologi Untuk mencapai visinya, McDonald’s selalu dan terus menjamin mutu produkproduknya, memberikan pelayanan yang memuaskan, menawarkan kebersihan dan keamanan produk pangan serta nilai-nilai tambah lainnya.Senyuman konsumen adalah hal penting untuk McDonald’s.

 

TUJUAN MCDONALD’S

  1. Suatu sistem yang mampu menyediakan jasa makanan di dunia denganlebih dari 50.000 restoran.
  2. Brand McDonald’smenyentuh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja saatmelakukan bisnis.
  3. McDonald’s sebagai tempat bekerja yang terbaik untuk setiap orang yangada di seluruh dunia.
  4. Restoran dimana setiap pelanggan tersenyum dan merasa spesial.
  5. Makanan yang paling baik di kelasnya dengan penyajian yang istimewadan menu makanan yang beragam.
  6. Organisasi yang memiliki hubungan kerja yang baik dan kuat antara pemilik, pemasok barang, dan perusahaan.
  7. Brand yang sukses dan memberikan kontribusi pada pemilik, pemsok barang, dan perusahaan

 

AKSI NYATA MCDONALD’S

Aktivitas yang dilakukan oleh McDonald’s dalam setiap aktivitasnya haruslah mencerminkan hal-hal berikut ini yang menjadi keunggulan bersaing dalam McDonald’s Corporation.

1.Good Food

Maksud pernyataan Good Food tersebut adalah bahwaMcDonald’s senantiasa menyediakan pilihan makanan yang lengkap dan seimbang serta menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh konsumen tentang makanantersebut. Hal-hal yang dilakukan oleh McDonald’s adalah terus meningkatkankeseimbangan komposisi gizi pada menu-menu yang ada dan menambah menu baru menggunakan bahan buah, sayur, susu rendah lemak, juga gandum utuh.

Selain ituMcDonald’s juga akan fokus pada kesehatan anak-anak denganmengoptimalkan gizi pada menu anak dan mempromosikan aktivitas olahragaanak. Yang terakhir adalah menyediakan informasi seputar nutrisi pada makanan untuk menginformasikan konsumen kandungan gizi yang ada pada makanantersebut (misalnya lemak, karbohidrat, vitamin,protein, dll).

  1. Good Sourcing

Maksud pernyataan Good Sourcing tersebut adalah bahwa sumber bahan baku makanan yang dipakai bahan berkualitas, memiliki cita rasa dan keamanan tinggi. Hal yang dilakukan oleh McDonald’s untuk mencapai hal ini adalah dengan cara menggabungkan etika,lingkungan, dan ekonomi dalam sistem supplychainnya lewat menetapkan satu pemasok untuk masing-masing bahan makanan untuk menjaga kualitas. Hal lainyang dilakukan oleh McDonald’s adalah mempromosikan suasana dan tempatkerja yang positif dan jaminan HAM lewat Program Akuntabilitas Tempat KerjaPemasok. Yang terakhir adalah senantiasa memperhatikan kesehatan hewan yangakan dijadikan bahan makanan.

3.Good Planet

Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa McDonald’s selalu membagikannilai yang baik untuk bisnis dan kelestarian bumi.McDonald’s menunjukkan tanggungjawab dalam hal kelestarian bumi ini dengan cara meminimalisasi dan mendiversifikasi limbah restoran serta mengkonversi limbah menjadi sumber dayayang bernilai.McDonald’s juga mengurangi intensitas karbon dengan caramengefisiensikan penggunaan energi, serta melaukan inovasi dalam desainmaupun peralatan restoran. Selain itu,McDonald’s juga mengelola penggunaanair di setiap restorannya secara efisien. McDonald’s menggunakan prinsip reduce,reuse,dan recycle dalam mengurangi dan mengefisiensikan penggunaan energi dan kadar limbah.

4.Good People

Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa McDonald’s memberikan kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang bagi setiap karyawannya lewat program-program yang mereka laksanakan untuk meningkatkan skill dan  pengembangan karir karyawan. Selain itu,McDonald’s juga sangat menghargai keberagaman dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan kontribusi karyawan.

5.Good Communities

Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa nilai utama dari McDonald’s mengarahkan mereka untuk memberikan banyak manfaat atau hal positif bagikomunitas masyarakat dunia. Hal ini juga sudah sangat membudaya dalam perusahaan ini. McDonald’s melakukannya dengan cara mendukung peningkatantaraf hidup anak-anak dan keluarga lewat program Ronal McDonald’s HouseCharities serta memberikan bantuan untuk kegiatan pendidikan juga olahraga.

 

 

NILAI PERUSAHAAN

McDonald’s adalah perusahaan yang yang sangat memperhatikan nilai-nilai dalam setiap aktivitasnya. Nilai-nilai ini juga yang mendukung ketercapaianvisi dan misi mereka.

1.Customer experience adalah inti dari semua aktivitas McDonald’s.Tujuan McDonald’s adalah kualitas, servis, kebersihan dan nilai untuksetiap pelanggan sepajang waktu karena pelanggan adaalh alasankeberadaan McDonald’s.

2.Komitmen terhadap penghargaan atas karyawan dengan memberikansetiap karyawan pelatihan dan peluang untuk mengembangakan diri dantalenta yang dimiliki serta penghargaan atas prestasi karyawan.

3.Kepercayaan akan sistem McDonald’s. Model bisnis McDonald’s digambarkan sebagai bangku tiga kaki dimana pemilik, suplier, dankaryawan adalah fondasinya, dan menyeimbangkan ketiganya adalahfaktor kunci.

4.McDonald’s menjalankan bisnis dengan etika.Standar tinggi akankejujuran dan integritas sangat diutamakan dalam setiap aktivitasoperasional McDonald’s.

5.Memberikan imbal balik kepada komunitas masyarakat dunia lewat program charity-nya.

6.Meningkatkan profitabilitas perusahaan. Operasional McDonald’s mendukung perumbuhan profit bagi shareholder . Hal ini membutuhkanfokus yang terus menerus akan kepuasan konsumen dan ‘kesehatan’sistem bisnis.

7.McDonald’s senantiasa bekerja keras untuk melakukan perubahanke arah yang lebih baik. Inovasi-inovasi yang bersifat kontinyu dibutuhkan untuk bisa beradaptasi terhadap perubahan untukmemenangkan persaingan.

 

SISTEM BISNIS MCDONALD’S

Bentuk bisnis yang dijalankan olehMcDonald’s Corporation adalah international franchising. McDonald’s kini ada di lebih dari 100 negara seluruhdunia. Strategi bisnis yang dilakukan di tiap-tiap negara juga berbeda-beda sesuaidengan selera dan kondisi pasar di masing-masing negara. Sejak 1955, jumlahrestoran McDonald’s sudah lebih dari 35.000 gerai di seluruh dunia.Restoran internasional pertama yang dibuka oleh McDonald’s ada diCanada dan Puerto Rico pada tahun 1967. Saat ini McDonald’s memiliki jaringan1,9 miliar karyawan yang bekerja untuk McDonald’s dan franchise-nya. Setiap harinya,McDonald’s melayani 70 miliar orang di seluruh dunia. Lokasi restoran-restoran McDonald’s dikelompokkan menjadi 5 regional utama yakni : AmerikaUtara, Amerika Latin, Eropa, Afrika dan Timur Tengah, dan Asia Pasifik.

 

MELINDUNGI ASET PERUSAHAAN

Semua karyawan McDonald harus menjaga aset Perusahaan, termasuk  aset yang paling berharga: merek. Salah satu cara melindungi merek adalah untuk mencegah penyalahgunaan nama McDonald, merek dagang atau kekayaan intelektual lainnya.

Serta bertanggung jawab untuk penggunaan yang tepat dan perlindungan aset Perusahaan, dan harus menggunakanya hanya untuk tujuan bisnis yang sah. Melakukan penilaian yang baik dan tanggung jawab dalam penggunaan aset Perusahaan, dan tidak menyalahgunakan hak istimewa yang diterima dari McDonald seperti aset perusahaan termasuk aset keuangan, kendaraan, kantor persediaan, peralatan, komputer, jaringan, perangkat lunak, telepon dan internet jasa,voice mail dan e-mail.berikut ini point untuk menjaga keamanan asset perusahaan

† Jangan menggunakan komputer atau jaringan Perusahaan dengan cara yang dapat membahayakan keamanan atau integritas informasi atau perangkat lunak Perusahaan.

† Jangan menggunakan komputer atau jaringan Perusahaan untuk mengakses, menerima atau mengirimkan bahan yang pantas, ilegal atau mungkin melanggar kebijakan Mcdonald’s mengenai kerahasiaan.

† Jangan pinjaman, meminjam, menyumbangkan, menjual atau membuang barang milik Perusahaan kecuali khusus diizinkan oleh petugas yang bertanggung jawab.

† Jangan gunakan Perusahaan properti, informasi atau posisi untuk keuntungan pribadi.

† Jangan pernah mengambil bagian dalam Aksi yang melibatkan pencurian, penipuan, penggelapan, pemerasan atau penyalahgunaan properti.

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

McDonald’s merupakan salah satu perusahaan multinasional yang bergerak di industri makanan cepat saji (fast food). Dengan etika bisnis yang di terapkan diharapkan memiliki tanggung jawab penuh atas kejujuran integritas perusahaan.menerapkan etika dalam berbisnis secara adil dan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku maka akan menguntungkan seperti meningkatnya konsumen yang setia dan loyalitas karyawan pada atasan. Apabila kegiatan etika bisnis diterapkan secara berkelanjutan maka akan berdampak kepada kinerja dan kualitas perusahaan tersebut.

 

SARAN

Penerapan etika dalam berbisnis seharusnya diterapkan secara merata agar mencegah terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku bisnis yang hanya ingin merauk keuntungan semata tanpa mementingkan dampaknya terhadap konsumen serta loyalitas dan intergritas karyawan di dalam perusahaan. Karena nyatanya dalam kegiatan berbisnis di Indonesia masih tidak terlalu memperdulikan kode etika dan aturan-aturan walaupun masih jauh dari kata sempurna seperti yang sudah diterapkan  salah satunya oleh McDONALD’S.

 

 

Ethical decision making employer

  1. 1. Ethical Decision Making: Employer Responsibilities and Employee Rights Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah suatu yang sepatutnya diberikan. Seorang filosof berpendapat bahwa selalu ada hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban. Pandangan yang disebut “teori korelasi” itu mengatakan bahwa setiap kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan sebaliknya setiap hak seseorang berkaitan dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. A. KEWAJIBAN KARYAWAN Ada 3 kewajiban karyawan : 1. Kewajiban ketaatan Bagi orang yang memiliki ikatan kerja dengan perusahaan, salah satu implikasi dari statusnya sebagai karyawan adalah bahwa ia harus mematuhi perintah dan petunjuk dari atasannya. Tetapi, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh mematuhi perintah yang menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak bermoral. Selain itu karyawan tidak wajib juga mematuhi perintah atasannya yang tidak wajar, walaupun dari segi etika tidak ada keberatan. Kemudian, karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, ketika ia menjadi karyawan di perusahaan itu. 2. Kewajiban konfidensialitas Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat konfidensial dan kareana itu rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu profesi. Konfidensialitas berasal dari kata Latin confidere yang berarti mempercayai. Dalam konteks perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting. Karena seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa saja ia mempunyai akses kepada informasi rahasia. Sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa karyawan harus menyimpan rahasia perusahaan karena alasan etika mendasari kewajiban ini yaitu bahwa perusahaan menjadi pemilik informasi rahasia itu. Membuka rahasia itu berarti sama saja dengan mencuri. Milik tidak terbatas pada barang fisik saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran, atau temuan seseorang. Dengan kata lain, disamping milik fisik terdapat juga milik intelektual. Jadi, dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property rights dari perusahaan. Alasan kedua adalah bahwa membuka rahasia perusahaan bertentangan dengan etika pasar bebas.
  2. 2. 3. Kewajiban loyalitas Kewajiban loyalitas pun merupakan konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan perusahaan. Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan, karyawan harus mendukung tujuan- tujuan perusahaan, karena sebagai karyawan ia melibatkan diri untuk turut merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, dan karena itu pula ia harus menghindari segala sesuatu yang bertentangan dengannya. Dengan kata lain, ia harus menghindari apa yang bisa merugikan kepentingan perusahaan. Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersain dengan kepentingan perusahaan. Karena bahay konflik kepentingan potensial itu, beberapa jenis pekerjaan tidak boleh dirangkap. Dalam konteks ini termasuk juga masalah etis seperti menerima komisi / hadiah selaku karyawan perusahaan. Masalh komisi berkaitan erat dengan apa yang sekarang dikenal sebagai triade “Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)”. Jalan keluar dari permasalahan ini sebagian besar tergantung dari sikap yang diambil perusahaan bersangkutan. Begitupun tantang hadiah yang diberikan oleh perusahaan / intansi lain kepada karyawan waktu menjalankan tugasnya. Hal itu dimaksudakan untuk mempengaruhi karyawan tersebut. Jalan keluarnya pun dengan membuat peraturan yang jelas dalam kode etik perusahaan / dengan cara lain. Selain memiliki kewajiban karyawan pun memiliki hak.Hak itu dicantumkan dalam kontrak kerja, dimana pasti ada ketentuan bahwa karyawan wajib memberitahaukan satu, dua, tiga bulan sebelumnya (tergantung posisinya dan kesulitan mencari pengganti), jika ia mau meninggalkan perusahaan. Kewajiban loyalitas memang tidak meniadakan hak karyawan untuk pindah kerja. B. MELAPORKAN KESALAHAN PERUSAHAAN Dalam etika, whistle blowing mendapat arti khusus yaitu menarik perhatian dunia luar dengan melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh sebuah organisasi. Dalam rangka bisnis whistle blowing dibagi menjadi whistle blowing internal dan whistle blowing eksternal. Whistle blowing internal dimengerti pelaporan kesalahan di dalam perusahaan sendiri dengan melewati atasan langsung. Sedangkan whistle blowing eksternal adalah pelaporan kesalahan perusahaan kepada instansi di luar perusahaan, entah kepada instansi pemerintah atau kepada masyarakat melalui media komunikasi. Pelaporan kesalahan perusahaan itu dinilai dengan cara yang sangat berbeda. Di satu pihak seorang whistle blower bisa dipuji sebagai pahlawan, karena ia menempatkan nilai-nilai moral yang benar dan luhur di atas kesejahteraan pribadi. Dilain pihak justru disebut sebagai
  3. 3. penghianat, karena ia mengekspos kejelekan dari perusahaannya. Ia dianggap melanggar kewajiban loyalitas dengan sangat merugikan kepentingan perusahaan. Dari sudut pandang etika jelas bertentangan dengan kewajiban loyalitas. Kalau memang diperbolehkan whistle blowing dapat dipandang sebagai pengecualian dalam bidang kewajiban loyalitas. Dasarnya adalah kewajiban lain yang lebih mendesak. Jadi, kadang-kadang mungkin ada kewajiban untuk melaporkan suatu kesalahan demi kepentingan orang banyak. Meskipun sulit sekali untuk memastikan kapan situasi seperti itu secara obyektif terealisasi. Pada kenyataannya hati nurani si pelapor harus memutuskan hal itu, setelah mempertimbangkan semua faktor terkait. Pelaporan bisa dibenarkan secara moral, bila memenuhi syarat berikut : 1. Kesalahan perussahaan harus besar 2. Pelaporan harus didukung oleh fakta yang jelas dan benar 3. Pelaporan harus dilakukan semata-mata untuk mencegah terjadinya kerugian bagi pihak ketiga, bukan karena motif lain. 4. Penyelesdaiaan masalah secara internal harus dilakukan dulu, sebelum kesalahan perusahaan dibawa keluar. 5. Harus ada kemungkinan real bahwa pelaporan kesalahan akan mencatat sukses. Adanya whistle blowing selalu menunjukan bahwa perusahaan gagal dalam menjalankan kegiatannya sesuai dengan tuntutan etika. Asalkan perusahaan mempunyai kebijakan etika yang konsisten dan konsekuen, semua kesulitan sekitar pelaporan kesalahan tidak perlu terjadi. C. KEWAJIBAN PERUSAHAAN TERHADAP KARYAWAN Berturut-turut akan dibicarakan tentang kewajiban perusahaan untuk tidak diskriminasi, untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, untuk memberi imbalan kerja yang pantas dan untuk tidak memberhentikan karyawan dengan semena-mena. Kewajiban perusahaan biasanya sepadan dengan hak karyawan. 1. Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi Diskriminasi adalah masalah etis yang baru nampak dengan jelas dalam paro kedua dari abad ke 20. Biasanya mengenai warna kulit dan gender (jenis kelamin). Di Indonesia diskriminasi timbul berhubungan dengan status asli / tidak asli, pribumi / non-pribumi, dari para warga negara dan agama. a. Diskriminasi dalam konteks perusahaan
  4. 4. Istilah diskriminasi berasal dari bahas Latin “discernee” yang berarti membedakan, memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan diskriminasi dimaksudkan membedakan antara pelbagai karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dari prasangka. Membedakan antara karyawan tentu sering terjadi karena alasan yang sah. Dalam menerima karyawan baru, perusahaan sering menentukan syarat seperti mempunyai pengalaman kerja sekian tahun, memiliki ijazah S-1 (malah bisa ditambah dengan IPK minimal 2,75), menguasai bahasa Inggris, baik lisan maupun tertulis dll. Dalam hal imbalan, bisa terjadi bahwa suatu karyawan mendapat bonus akhir tahun karena lebih berprestasi daripada karyawan lainnya. Hal-hal diatas adalah alasan yang relevan. Bila beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena alasan yang tidak relevan. Biasanya alasan itu berakar dalam suatu pandangan stereotip terhdap ras, agama atau jenis kelamin bersangkutan. Dengan kata lain, latar belakang terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme / seksisme. b. Argumentasi etika melawan diskriminasi 1) Dari pihak utilitarisme dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan perusahaan itu sendiri. Terutama dalm rangka pasar bebas, menjadi sangat mendesak bahwa perusahaan memiliki karyawan berkualitas yang menjamin produktivitas terbesar dan mutu produk terbaik. Sumber daya manusia menjadi kunci dalam kompetisi di pasar bebas. Jika perusahaan memperhatikan faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia bisa ketinggalan dalam kompetisi dengan perusahaan lain. Karena itu perusahaan harus menghindari diskriminasi demi kepentingannya sendiri. 2) Deontologi berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat dari orang yang didikriminasi.Berarti tidak menghormati martabat manusia yang merupakan suatu pelanggaran etika yang berat. 3) Teori keadilan berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan dengan keadilan, khususnya keadilan distributif / keadilan membagi. Keadilan distributif menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama tidak ada alasan khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Pikiran itu sudah dikenal sebagai prinsip moral keadilan distributif. c. Beberapa masalah terkait Tidak bisa disangkal, penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi historis, sosial / budaya dalam masyarakat. Karena keterkaitan dengan faktor sejarah dan sosio-budaya ini, masalah diskriminasi tidak bisa ditangani dengan pendekatan hitam putih. Artinya tergantung dengan tempatnya sehingga bersifat relativitas. Dalam konteks perusahaan, favoritisme dimaksudkan kecenderungan untuk mengistimewakan orang tertentu (biasanya sanak saudara) dalam menyeleksi karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus dll. Seperti diskriminasi, favoritisme pun
  5. 5. memperlukan orang dengan cara tidak sama, tapi berbeda dengan diskriminasi, favoritisme tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru prefensi dan bersifat positif (mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme terjadi, bila perusahaan mengutamakan karyawan yang berhubungan famili, berasal dari daerah yang sama, memeluk agama yang sama, dll. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa menghindari favoritisme selalu merupakan pilihan terbaik dari sudut pandang etika. Dengan itu pula lebih mudah dihindari nepotisme, yang bertentangan dengan keadilan distributif. Tetapi sulit untuk ditentukan pada saat mana favoritisme pasti melewati ambang toleransi etika. Untuk menanggulangi akibat diskriminasi, kini lebih banyak dipakai istilah affirmative action “aksi afirmatif”. Melalui aksi itu orang mencoba mengatasi / mengurangi ketertinggalan golongan yang dulunya di diskriminasi. 2. Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja a. Beberapa aspek keselamatan kerja Keselamatan kerja dapat terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja itu aman kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat kerja dalam kondisi sehat. Tempat kerja bisa dianggap sehat kalau bebas dari risiko terjadinya gangguan kesehatan / penyakit. Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3 dan banyak perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Sedangkan di Amerika Serikat didirikan Occupational Safety and Health Administration (OSHA) untuk mengawaasi pelaksanaan UU yang bertujuan untuk to assure as far as possible every working man and woman in the nation safe and healthful working conditions. b. Pertimbangan etika Tiga pendasaran segi etika dari masalah perlindungan kaum pekerja. 1) The right of survival (hak untuk hidup) 2) Manusia selalu diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka. 3) Kewajiban etis harus sejalan dengan cost benefit analysis. Masyarakat sendiri dan terutama ekonomi negara akan mengalami kerugian besar jika proses produksi tidak berlangsung dalam kondisi aman dan sehat. Kebebasan si pekerja adalah faktor yang membenarkan moralitas pekerjaan beresiko. Si pekerja sendiri harus mengambil resiko dengan sukarela. Tetapi supaya si pekerja sungguh- sungguh bebas dalam hal ini, perlu beberapa syarat :
  6. 6. 1) Harus tersedia pekerjaan alternatif. 2) Diberi informasi tentang resiko yang berkaitan dengan pekerjaannya sebelum si pekerja mulai bekerja. 3) Perusahaan selalu wajib berupaya, agar risiko bagi pekerja seminimal mungkin. c. Dua masalah khusus Si pekerja sendiri harus mengambil keputusan, setelah diberi informasi tentang risiko bagi pekerja. Mereka sendiri harus mempertimbangkan kesejahteraan ekonomis mereka (gaji yang lebih tinggi) dan resiko bagi keturunannya. Jika tidak sanggup bisa mengajukan permohonan untuk dipindahkan ke bagian produksi lain dengan konsekuensi gaji yang lebih rendah. Begitupun dengan kebijakan yang diterapkan suatu perusahaan, terkadang secara tidak langsung terlihat memaksakan kepada para pekerja jika didukung juga oleh suasana resesi ekonomi saat mencari pekerjaan lain menjadi sulit. Sehingga membuat para pekerja tidak memiliki alternatif lain dan akhirnya bertahan dengan resiko yang tidak kecil. 3. Kewajiban memberi gaji yang adil Motivasi seseorang untuk bekerja tidak lepas dari untuk mengembangkan diri, memberi sumbangsih yang berguna bagi pembangunan masyarakat namun yang sangat penting adalah untuk memperoleh upah atau gaji. Namun dalam gerakan sosial zaman industri upah yang adil sering menjadi pokok perjuangan yang utama. a. Menurut keadilan distributive Gaji / upah merupakan kasus jelas yang menuntut pelaksanaan keadilan, khususnya keadilan distributif. Di kebanyakan negara modern, dilema antara liberalisme dan sosialisme ini sekarang tidak dirasakan lagi. Tanpa banyak kesulitan, langsung diakui bahwa dalam menentukan gaji yang adil, baik prestasi maupun kebutuhan harus berperan. Prinsip pertama adalah bagian yang sama. Supaya adil, gaji semua karyawan memang tidak perlu sama, tetapi perbedaan juga tidak boleh terlalu besar. Jelas pemerataan pendapatan adalah tuntutan etis yang berkaitan dengan prinsip ini. Prinsip-prinsip hak, usaha dan kontribusi kepada masyarakat ikut pula menentukan gaji yang adil. Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia masalah gaji yang adil disinggung juga. Adil tidaknya gaji menjadi lebih kompleks lagi, jika kita akui bahwa imbalan kerja lebih luas daripada take home pay saja. Fasilitas khusus seperti rumah, kendaraan, bantuan beras dll harus dipandang sebagai imbalan kerja. Lebih penting lagi adalah asuransi kerja, jaminan kesehatan, prospek pensiun dll. Gaji yang relatif rendah bisa mencukupi asalkan dikompensasi oleh jaminan sosial yang baik serta fasilitas-fasilitas lain. b. Tujuh faktor khusus
  7. 7. Berikut adalah usulan dari Thomas Garrett dan Richard Klonoski supaya gaji / upah itu adil / fair : 1) Peraturan hukum. Di sini yang paling penting adalah ketentuan hukum tentang upah minimum sebagai salah satu perjuangan sosialisme dalam usahanya memperbaiki nasib kaum buruh. Adanya upah minimum berarti bahwa kebutuhan diakui sebagai kriteria untuk menentukan upah. 2) Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu / daerah tertentu. Dalam semua sektor industri, gaji / upah tidaklah sama. Karena itu rupanya suatu kriteria yang baik adalah : gaji / upah bisa dinilai adil, jika rata-rata diberika dalam sektor industri bersangkutan asalkan keadaan di sektor itu cukup mantap. Namun gaji yang sama belum tentu menjamin daya beli yang sama. Karena perbedaaan daya beli itu di Indonesia upah minimum ditetapkan sebagau upah minimum regional (UMR). 3) Kemampuan perusahan. Perusahaan kuat yang menghasilkan laba besar, harus memberi gaji yang lebih besar pula daripada perusahaan yang mempunyai marjin laba yang kecil saja. Di sini berlaku pandangan sosialistis tentang hak karyawan mengambil bagian dalam laba. Harus dinilai tidak etis, bila perusahaan mendapat untung besar dengan menekan gaji karyawan. 4) Sifat khusus pekerjaan tertentu. Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa dijalani oleh orang yang mendapat pendidikan / pelatihan khusus, kadang-kadang malah pendidikan sangat terspesialisasi. Kelangkaan tenaga mereka boleh diimbangi dengan tingkat gaji yang lebih tinggi. 5) Perbandingan dengan upah / gaji lain dalam perusahaan. Kalau pekerjaan tidak mempunyai sifat khusus, seperti menuntut pengalaman lebih ama / mengandung resiko tertentu, maka gaji / upah harus sama. Sehingga berlaku prinsip equal pay for equal work. 6) Perundingan upah / gaji yang fair. Perundingan langsung antara perusahaan dan para karyawan merupakan cara yang ampuh untuk mencapai gaji dan upah yang fair. Tentu saja, perundingan seperti itu menuntut keterbukaan cukup besar dari pihak perusahaan. Lebih bagus bila perundingan gaji itu dilakukan untuk suatu sektor industri sehingga dihasilkan kesepakatan kerja bersama. 7) Senioritas dan imbalan rahasia.
  8. 8. Senioritas sebagai kriteria untuk menentukan gaji karena dilihat dari pengalamannya bekerja dengan waktu yang begitu lama dan kesetiaannya pada perusahaan, zaman sekarang sudah tidak diperhitungkan lagi. Zaman modern sekarang lebih memperhatikan prestasi dan hak. Pembayaran sama untuk pekerjaan yang sama memang dilatarbelakangi suasana modern itu dan karenanya dapat di mengerti jika tekanan pada senioritas akan berkurang. Pembayaran khusus / kenaikan gaji yang dirahasiakan terhadap teman-teman sekerja pun tidak etis karena tidak mengadakan kontrol sosial dan akan merusak suasana kerja. Jelas, disini berlaku prosedur yang terbuka dan demokratis untuk menjamin mutu etis sebuah sistem. 3. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena. Menurut Garret dan Klonoski ada tiga alasan yang lebih konkrit untuk memberhentikan karyawan, yaitu : a. Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat b. Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya. c. Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan sampai seminimal mungkin.
  9. 9. Daftar pustaka  Ali,Hapzi. Business Ethics & GG Ethical decision making: employer responsibilitis and employee rights. Pusat Bahan Ajar dan eLearning. Universitas Mercu Buana. Jakarta. https://pasca- elearning.mercubuana.ac.id/pluginfile.php/64113/mod_resource/content/3/6.%20Hapzi% 20Ali%2C%20Modul%2C%20Ethical%20Decision%20Making%2C%20Employer%20 Responsibilities%20and%20Employee%20Rights.pdf diakse 8 April 2017 15:48 wib  http://abidshoftskill.blogspot.co.id/2015/04/kewajiban-karyawan-dan-perusahaan.htmlv diakses 8 April 2017 15:34 wib

Perbedaan Antara Board of Director, Board Committes, Board Power dan Board Composition Dalam Implmentasiko Konteks Good Corporat Governance di Indonesia.

Board of Director

Board of Directors adalah istilah yang digunakan di Amerika Serikat untuk kelompok pengawas dan pengelola perusahaan yang terdiri dari perwakilan pemegang saham mayoritas, pendiri perusahaan, kreditor utama, dan orang-orang yang berjasa pada perusahaan. Struktur perusahaan model Amerika adalah seperti pada gambar 1-1. Model Amerika ini disebut one board system. Dari Board of Directors, akan dipilih diantara mereka, paling tidak dua orang untuk menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO), sering juga ditambah satu orang lagi yang menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) Berbeda dengan model Amerika, model Eropa menganut two tiers system (lihat gambar 1 dan 2) seperti yang diterapkan di Indonesia. Dalam system dua tingkat (two tiers), Pemegang saham akan menunjuk sekelompok pengelola operasi perusahaan (management) dan juga pengawas dan penasihat manajemen yang disebut komisaris (Commissioners). Permasalahan pengawasan perusahaan ini berkembang dari waktu ke waktu karena luasan dan kepemilikan perusahaan.

Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa. Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One Tier System. Di sini perusahaan hanya mempunyai satu Dewan Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja dangan prinsip paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan One Tier System misalnya Amerika Serikat dan Inggris.

Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System. Di sini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan FCGI 3 General Meeting of the Shareholders (GMoS) Board of Directors Executive Director Non Executive Director (senior management) (part time independent members) buku fcgi 05/06/01 10:50 AM Page 3 Direksi). Yang disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi, mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan Komisaris). Dewan Direksi juga harus memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris terutama bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen. Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Negara-negara dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena sistem hukum Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda, maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two Tiers System untuk struktur dewan dalam perusahaan. Meskipun demikian dalam sistem hukum dewasa ini terdapat pula perbedaan-perbedaan yang cukup penting termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan direksi.

Peranan Dewan Komisaris dalam Suatu Perusahaan.

Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris – merupakan inti dari Corporate Governance – yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan – sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen – maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Egon Zehnder International, 2000 hal.12-13) Lebih lanjut tugas-tugas utama Dewan Komisaris meliputi: 1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset; 2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan FCGI 5 buku fcgi 05/06/01 10:50 AM Page 5 penggajian anggota Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota Dewan Direksi yang transparan dan adil; 3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan; 4. Memonitor pelaksanaan Governance, dan mengadakan perubahan di mana perlu; 5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.(OECD Principles of Corporate Governance)

 

Board of commities

Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Governance) oleh manajemen. Komite-komite yang pada umumnya dibentuk adalah Komite Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite Audit. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional disarankan bahwa anggota komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris Independen. Walaupun komite-komite tersebut belum merupakan hal yang umum terdapat di berbagai bagian dunia, namun kecendurangan akan menyebar sejalan dengan perkembangan perusahaan, serta masalah yang lebih kompleks dan yang lebih luas. Dewan Komisaris harus mempertimbangkan untuk mengangkat seorang komisaris dan menetapkan suatu kebijakan tentang pergantian ketua komite-komite tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap komisaris mendapat kesempatan untuk ikut serta sesuai dengan caranya dan masing-masing untuk memperoleh pandangan-pandangan baru. FCGI 10 buku fcgi 05/06/01 10:50 AM Page 10 Dalam Corporate Governance terdapat tiga komite yang memiliki peranan penting, yaitu:

  1. Komite Kompensasi/Remunerasi (Compensation/Remuneration Committee) Membuat rekomendasi terhadap keputusan-keputusan yang menyangkut remunerasi/kompensasi untuk Dewan Direksi dan kebijakan- kebijakan kompensasi lainnya, termasuk hubungan antara prestasi perusahaan dengan kompensasi bagi eksekutif perusahaan dalam hal ini CEO.
  2. Komite Nominasi (Nomination/Governance Committee) Mengawasi proses pencalonan komisaris dan direksi, menyeleksi para kandidat yang akan dicalonkan, dan mengusulkan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur tentang struktur dewan dan proses nominasinya.
  3. Komite Audit (Audit Committee) Memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen.(Egon Zehnder International, 2000: p. 21)

Board Power dan Board Composition

Board Power dan Board Composition merupakan wewenang dan susunan dari dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Sumber power bagi board sangat tergantung pada: pengetahuan boards dan kekompakan boards sebagai satu kesatuan. Board bekerja part time dalam perusahaan, sedangkan manajemen adalah pekerja full time yang berkarir di perusahaan. Dilihat dari jam kerjanya, tidak heran jika manajemen mempunyai pengetahuan yang lebih tentang seluk beluk perusahaan, dibanding board. Dari perspektif manajemen, pertemuan dengan boards sering dianggap sebagai alat bagi boards untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan dari manajemen. Board memang memerlukan data perusahaan yang diperlukan, tetapi data tersebut harus diubah menjadi informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan. Data keuangan dan data lainya hanyalah bagian kecil dari cerita yang sesungguhnya.Kemampuan mengolah data menjadi informasi dan pengetahuan yang berguna sangat tergantung pada pengetahuan boards tentang bisnis perusahaan. Pengetahuan yang superior mengenai perusahaan merupakan sumber power bagi board.

Berikut ini merupakan Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewa Komisaris :

(a) Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.

(b) Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi yang dikenal sebagai Komisaris Independen dan Komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi.

(c) Jumlah Komisaris Independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu dari Komisaris Independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.

(d) Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan. Bagi Universitas Sumatera Utara perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, badan usaha milik negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Dewan Komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi. Pemilihan Komisaris Independen harus memperhatikan pendapat pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui Komite Nominasi dan Remunerasi. (e) Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang wajar dan setelah kepada anggota Dewan Komisaris diberi kesempatan untuk membela diri.

Implementasinya dalam konteks GCG di Indonesia

Indonesia menganut sistem two-tier, yang membuat pemisahan pada dewan komisaris dan dewan direksi, disatu sisi dewan direksi yang memiliki peran dalam melaksanakan atau mengelola perusahaan dan disisi lain dewan komisaris yang berperan dalam mengawasi dewan direksi dalam hal pengelolaan perusahaan. Indonesia memiliki beberapa jenis perusahaan diantaranya perusahaan swasta dan juga perusahaan BUMN.  Kedua jenis perusahaan ini memiliki perbedaan yang mendasar dalam hal pengangkatan dewan komisaris dan dewan direksi, dimana pada perusahaan swasta cenderung mengangkat keluarga dari pemilik perusahaan dan digabungkan dengan beberapa orang professional serta karyawan yang memiliki karir gemilang dan bisa masuk dalam dewan komisaris dan direksi.  Sedangkan dipihak BUMN, pengangkatan dewan komisaris dan dewan direksi sangat dipengaruhi oleh pemerintah, dimana dalam hal ini diwakilkan oleh menteri BUMN, jadi dalam hal ini menteri bisa mengangkat professional dari luar perusahaan ataupun pejabat karir dari perusahaan itu sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

 

diakses 27 Maret 2017 18:33 WIB

 

  • Forum for Corporate Governance in Indonesia, 2001. SERI TATA KELOLA PERUSAHAAN (CORPORATE GOVERNANCE) Jilid II :Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan ).FGCI. Jakarta.

https://muhariefeffendi.files.wordpress.com/2009/12/fcgi_booklet_ii.pdf diakses 27 Maret 2017 18:43 WIB

 

Philosophical Ethics and Business di Indonesia

BE GG, Fariz Adlan, Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA, Philosophical Ethics and Business, Universitas Mercu Buana,2017

Filsafat modern memandang perilaku manusia dalam perspektif sosial. Setiap kegiatan yang kita lakukan bersama-sama dalam masyarakat, menuntut adanya norma-norma dan nilai-nilai moral yang disepakati bersama. Hidup dalam masyarakat berarti mengikat diri untuk berpegang pada norma-norma dan nilainilai tersebut.Kalau tidak, hidup bersama dalam masyarakat menjadi kacau tak karuan.Hal ini semacam “kontrak sosial” dan berlaku juga dalam bidang bisnis.
Filosofi tentang etika dalam bisnis pada dasarnya kegiatan bisnis yang semata-mata tidak hanya melihat dari satu sudut pandang saja tetapi kita harus melihat dari berbagai banyak sisi yang mengarah kepada kepentingan khalayak umum ( masyarakat) . dalam memahami etika dalam bisnis tentunya kita harus memahami beberapa prinsip- prinsip di dalamnya yaitu keadilan, kejujuran dan kepercayaan.
Seperti contoh, Jika dalam kegiatan bisnis secara umum harus menerapkan dan mempertimbangkan nilai-nilai etis/moralitas di dalamnya, maka dalam kegiatan bisnis yang lebih khusus/kecil juga demikian.Misalnya dalam hubungan antara perusahaan dengan karyawan. Di dalam hubungan yang menelorkan kewajiban dan hak itu, kedua pihak harus menerapkan dimensi etis/moral, yaitu : amanah dan kejujuran/kesetiaan
Dengan memahami prinsip-prinsip yang ada, kita dapat berpedoman dalam menjalankan etika bisnis yang benar dan membangun integritas dalam berbisnis. dengan memiliki integritas, maka tidak ada lagi penyimpangan atau kecurangan yang dapat merugikan justru mengahsilkan keuntungan yang dapat dinikmati bagi khalayak umum ( masyarakat).
Dalam pemahaman etika bisnis menurut Prof.Dr. Faisal Afiff mengatakan bahwa:

“Jika perilaku berbisnis kemudian dikaitkan secara kontekstual dengan makna etika, maka mau tak mau, aktivitas bisnis pun akan bermakna holistik sebagai salah satu pengejewantahan perilaku sosial bersama, ke-kita-an, untuk menuju cita-cita kolektif bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat, dimana kesemua pemahaman ini secara tidak langsung mengarah pada terbentuknya perasaan akan tanggung jawab sosial….”

Namun ,untuk lebih memahami hakikat dari etika bisnis ini, ada baiknya kita telusuri dahulu pengertian kedua kata tersebut. Etika, lazim dimaknai sebagai suatu konsepsi nilai-nilai tentang perilaku benar dan salah, atau baik dan buruk, yang diterima secara ke-kami-an maupun ke-kita-an oleh suatu masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian, etika akan menuntun kita untuk terus-menerus memberikan penilaian mengenai perilaku diri sendiri dan atau orang lain, apakah termasuk bermoral atau tidak. Disadari ataupun tidak, nilai-nilai etikal yang dianut itu, baik secara langsung ataupun tidak, akan ikut pula membingkai terjalinnya beragam pola dan proses interaksional antar individu atau antar kelompok.
Adapun kemunculan etika itu sendiri terbentuk dan bersumber dari perpaduan insight agama, budaya asal, pendidikan keluarga, tren lingkungan pergaulan, tipe pekerjaan, jenjang pendidikan formal, peniruan figur idola, maupun hasil renungan-renungan otodidak dari berbagai sumber bahan bacaan. Sedangkan perihal bisnis itu sendiri, bisa dimaknai sebagai sekumpulan aktivitas manusia dalam mengorganisasikan sumber daya untuk menghasilkan dan mendistribusikan barang dan/ atau jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Di Indonesia sendiri, kecenderungan penerapan etika bisnisnya saat ini – sebagaimana yang sering dilaporkan oleh media massa – memang kian terasa menyedihkan, dikarenakan masih lemahnya moralitas para pengusaha kita, yang dibarengi pula oleh carut-marutnya perundang-undangan dan hilangnya wibawa aparat penegak hukum dikarenakan citranya kerap tercoreng perilaku koruptif.
Jika keadaan demikian terus menerus dibiarkan berlarut-larut tanpa terkesan ada upaya serius, konsepsional, dan konsisten untuk segera memperbaikinya, boleh jadi dapat diprediksikan “secepat kilat” hanya menghantar negeri ini terjerembab ulang tanpa jalan pulang, yakni : semakin pendek “tarikan nafas” kehidupan perekonomiannya sekaligus terbuka kemungkinan luas menjadi amat terkucilkan kiprah para pelaku bisnisnya dari ajang pergaulan kaum investor dunia.
Daftar pustaka
• Afiff,Faisal,2014. Penerapan Etika Bisnis di Indonesia.
http://www.fe.unpad.ac.id/id/arsip-fakultas-ekonomi-unpad/opini/239258-penerapan-etika-bisnis-di-indonesia

• Fauzan,Ida Nuryana,2014. Pengaruh Penerapan Etika Bisnis Terhadap Kepuasan Pelanggan Warung Bebek H. Slamet di Kota Malang: MODERNISASI, Vol.10, No.1, page 42-45.
http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JEKO/article/viewFile/774/475

Konsep Good Corporate Govarnance dan Penerapanya di Indonesia

Konsep Good Corporate Govarnance yang efisien dan baik

     Konsep yang baik yang dan efisien dalam mewujudkan Good Corporate Governance yaitu dengan cara melindungi hak pemegang saham serta memberlakukan hak persamaan terhadap pemegang saham. Selain itu peranan Stockholder juga terkait bisinis yang dijalakan kan  dalam perusahaan. Konsep tersebut juga harus  berdasarkan dari prinsip-prinsip GCG  yang terdiri dari:

  1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
  2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
  3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
  4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
  5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.

Dalam prinsip GCG kita lebih mengarah kepada transparasi dan akuntabilitas. karena hak pemegang saham berhak memperoleh transparasi akan informasi tentang perusahaan serta bisa dipertanggungjawabkan.

Penerapan GCG di Indonesia

Jika dilihat Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dari negara- negara di Asia karena perusahaan2-perusahaan di Indonesia belum sepenuh menerapkan GCG di dalam Corporate Governenance. Maka dari itu cara pendekatan GCG yang sesuai dengan budaya Indonesia yaitu menerapakan wawasan tentang korporat serta memajukan usaha2 kecil serta koprasi yang merupakan dasar dari pembentukan governasi yang baik.

 

 

Daftar Pustaka

Jurnal: Kaihatu,Thomas S. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Staf Pengajar Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Surabaya. Surabaya

http://jurnalmanajemen.petra.ac.id/index.php/man/article/viewFile/16505/16497 diakses 13 maret 2017 pukul 20:30